Rabu, 11 Mei 2022

ILMU YANG PENTING DAN KELEMAHAN KAJIAN AGAMA DENGAN PENDEKATAN MULTI DISIPLINER

Eh, nganu... pikiran ini berawal dari ayat
{ ٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَا لَعِبࣱ وَلَهۡوࣱ وَزِینَةࣱ وَتَفَاخُرُۢ بَیۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرࣱ فِی ٱلۡأَمۡوَ ٰ⁠لِ وَٱلۡأَوۡلَـٰدِۖ كَمَثَلِ غَیۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ یَهِیجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرࣰّا ثُمَّ یَكُونُ حُطَـٰمࣰاۖ وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ عَذَابࣱ شَدِیدࣱ وَمَغۡفِرَةࣱ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَ ٰ⁠نࣱۚ وَمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَاۤ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ }
[Surat Al-Hadid: 20]
Sisi menarik ayat ini adalah ayat ini nggak berhenti dengan penyebutan kejelekan dunia dan adzab akhirat. Tuhan masih melanjutkan ayat tadi dengan menyebut ada ampunan Allah dan ridha-Nya di akhirat. Hal ini seolah menasehati penceramah untuk tidak berhenti dengan hanya menyebutkan tentang kejelekan dunia dan tentang adzab bagi orang yang hanya mencari dunia tanpa memikirkan akhirat. Tapi...ditambah kesadaran ada ampunan dan ridha Allah di akhirat.

Kemudian...aku berpikir. Jika hidup ini hanya permainan, senda gurau, perhiasan, ajang sombong-sombongan/ pamer, dan ajang adu banyak-banyakan harta serta anak (yang sukses). Lalu kenapa kita nggak belajar untuk bermain, bercanda, berhias, menguasai segala hal yang bisa disombongkan, dan berbagai cara untuk punya banyak harta serta anak yang sukses. Kan kita masih hidup di dunia? Lagian... Ilmu² itu mungkin akan lebih berguna daripada ilmu pengetahuan murni dan ilmu untuk lomba cerdas cermat.

Terus... ilmu agama yang buat pamer dan sombong-sombongan tuh tidak berharga. Ilmu agama seperti itu punya sifat yang sama seperti ilmu umum yang untuk lomba cerdas cermat semata. Kita butuh ilmu agama dan umum yang membawa "manfaat". Tentu saja, manfaat akhirat dan manfaat dunia (perkembangan peradaban).

Iya...iya... Harus ingat maqolah
ﻭاﺑﻦ اﻟﻤﺒﺎﺭﻙ: «ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﻌﻄﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻋﻠﻰ ﻧﻴﺔ اﻵﺧﺮﺓ ﻭﺃﺑﻰ ﺃﻥ ﻳﻌﻄﻲ اﻵﺧﺮﺓ ﻋﻠﻰ ﻧﻴﺔ اﻟﺪﻧﻴﺎ» . (زواجر عن اقتراف كبائر ص ٦٢)
"Allah masih mau memberi balasan duniawi bagi perbuatan yang diniatkan untuk akhirat tapi Allah tidak mau memberi balasan ukhrawi bagi perbuatan yang diniatkan untuk dunia"

Kemudian entah kenapa pikiran saya terbang ke topik lain...

Rasanya, perkembangan teknologi dan sains zaman sekarang tidak lagi ditopang oleh perorangan seperti zaman dulu. Maksudku, kita tidak bisa menyebut siapa penemu smartphone yang sedang kita pegang di zaman sekarang. Sementara itu, dulu, kita bisa menjawab soal "siapakah penemu telepon" hanya dengan sebuah nama, Graham Bell. 

Processor komputer pertama saja diciptakan oleh empat orang yang berasal dari tiga negara (Amerika, Italia, dan Jepang). Kemudian kita sudah tidak tahu processor generasi ketujuh, ditemukan oleh siapa. Kalau kita tanya google, maka google pun menjawab: perusahaan "intel". 

Bahkan, kalau kamu tahu, koding untuk program windows 10 itu awalnya dibuat oleh 4.000 programer. Kemudian diupdate dan dikembangkan selama lima tahunan oleh sekitar 15.000 programer. Ya, kelihatannya remeh, beli laptop, sudah ada wondowsnya, tinggal klik-klik-klik tapi itu adalah hasil kerja belasan ribu ahli koding.

Anggaplah itu ijtihad jama'i. Namun, rasanya nggak pas juga bila disebut ijtihad berjamaah. Alasannya karena istilah ijtihad berjamaah muncul di zaman akhir ini karena penurunan kualitas ulama: (1) ketiadaan ulama zaman ini yang menguasai semua bidang ilmu agama/keilmuannya sampai pada taraf mujtahid mutlak, dan (2) perlunya penjelasan dari para ahli bidang lain mengenai detail kasus tertentu yang bukan bidang keilmuan ulama. Sebaliknya, usaha penemuan teknologi sekarang membutuhkan banyak orang bukan karena ilmuan sekarang tidak bisa menguasai ilmu ilmuan lama secara holistik tapi karena banyak cabang ilmu baru yang muncul dan lebih rumit daripada zaman dulu. Simpelnya, kita nggak akan bilang bahwa ilmuan zaman dulu jago matematika sedangkan ilmuan zaman sekarang hanya bisa pakai kalkulator. Namun, kita bisa bilang "nyari orang hafal Alquran, hafal banyak hadis beserta sanadnya, tahu cara mendeteksi illat pada hadis, bisa balaghah, jago fiqh, faham ushul fiqh, ngerti tafsir plus ilmu tafsir, ahli ibadah, khatam Alquran berkali-kali sampai nggak sempat ngitung, zuhud, punya muru'ah, dan auranya sufi seperti empat imam madzhab dan murid-muridnya" adalah susah, sangat sangat susah.

Huh... tiba-tiba ingat hadis:
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ، ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: " ﺇﻥ §اﻟﻠﻪ ﻗﺴﻢ ﺑﻴﻨﻜﻢ أخلاقكم ﻛﻤﺎ ﻗﺴﻢ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﺃﺭﺯاﻗﻜﻢ، ﻓﺈﻥ اﻟﻠﻪ ﻳﻌﻄﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻟﻤﻦ ﻳﺤﺐ ﻭﻣﻦ ﻻ ﻳﺤﺐ، ﻭﻻ ﻳﻌﻄﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﺇﻻ ﻣﻦ ﻳﺤﺐ، ﻓﻤﻦ ﺃﻋﻄﺎﻩ اﻟﻠﻪ اﻟﺪﻳﻦ ﻓﻘﺪ ﺃﺣﺒﻪ، ﻭاﻟﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ، ﻻ ﻳﺴﻠﻢ ﻋﺒﺪ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﻠﻢ ﻗﻠﺒﻪ ﻭﻟﺴﺎﻧﻪ، ﻭﻻ ﻳﺆﻣﻦ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﻣﻦ ﺟﺎﺭﻩ ﺑﻮاﺋﻘﻪ " ﻗﻴﻞ: ﻭﻣﺎ ﺑﻮاﺋﻘﻪ؟ ﻗﺎﻝ: " ﻏﺸﻤﻪ ﻭﻇﻠﻤﻪ "
شعب الإيمان ج ٧ ص ٣٦٦
"Sesungguhnya Allah membagi akhlak kalian sebagaimana Allah membagi rejeki kalian. Allah memberi dunia kepada orang yang Allah suka dan orang yang tidak Allah suka. Namun, Allah tidak memberi agama kecuali pada orang yang Allah suka..."

Lalu pikiranku terbang lagi ... mengkritisi penelitian bidang agama yang pendeketannya multidisipliner, membahas agama dari disiplin ilmu lain tapi orang yang membahasnya adalah orang jurusan agama. Bukankah itu rawan menimbulkan bias dan malapraktik. Bahkan itu menunjukkan kemandekan metodologi, kemandekan kajian, dan hilangnya tujuan awal ilmu agama. Ya, tujuan awalnya akhirat, cuma kebetulan juga membawa manfaat duniawi.

Rasanya, para teknisi dan dokter baik-baik saja membahas ilmu mereka sendiri dengan pendekatan masing-masing. Lalu ilmu mereka masih terus berkembang, mendatangkan hal yang memudahkan hidup manusia (di dunia). Mereka tidak perlu mengambil pendekatan disiplin ilmu lain -ilmu sosial misalnya- untuk membuat processor generasi baru atau obat penyakit baru. Jika pun mereka menggunakan oendekatan sosial, maka bukan sedang membuat penemuan baru di bidang nanoteknologi maupun obat-obatan. Ya, kan?



*Tulisan ini tidak bermaksud merendahkan ilmu agama karena beda tujuan dan penggunaan dengan ilmu umum. Tulisan ini pun hanya pendapat pribadi.yang bisa luput dan salah.

Previous Post
Next Post

Hai, nama saya Maulanida ^_^ Sudah, gitu aja :D Peace Assalamu alaikum

0 comments: