Selasa, 19 Desember 2023

Mengatur Hidup Orang Lain Tanpa Persetujuan: Etika dan Implikasinya

Mengatur Hidup Orang Lain Tanpa Persetujuan: Etika dan Implikasinya

Kehidupan setiap individu adalah hak privasi yang harus dihormati. Namun, ada kali ketika seseorang mungkin merasa tergoda untuk mencoba mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka. Mungkin itu didorong oleh niat baik atau keinginan untuk membantu, tetapi tindakan semacam itu bisa melanggar batas-batas individualitas dan kebebasan personal. Artikel ini akan membahas etika di balik mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka dan implikasinya yang mungkin timbul.


Pentingnya Batasan Pribadi

Setiap orang memiliki hak untuk mengendalikan kehidupan mereka sendiri. Kebebasan untuk membuat keputusan dan menghadapi konsekuensi dari tindakan tersebut adalah bagian integral dari identitas dan kemandirian seseorang. Ketika seseorang mencoba untuk mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka, itu dapat merampas hak-hak individu tersebut dan menciptakan konflik antara keinginan pribadi dan pengaruh eksternal.


Etika Mengatur Hidup Orang Lain

Mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka dapat melibatkan berbagai situasi, seperti campur tangan dalam keputusan keuangan, hubungan, atau karier seseorang. Meskipun motifnya mungkin baik, ada beberapa pertimbangan etika yang perlu dipertimbangkan:


  1. Otonomi dan Kebebasan: Setiap orang berhak memiliki otonomi dan kebebasan dalam hidup mereka. Mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka dapat merampas hak-hak ini dan mengurangi martabat individu.
  2. Hak Privasi: Setiap individu memiliki hak privasi yang harus dihormati. Memaksakan pandangan atau keputusan pada orang lain tanpa persetujuan mereka merupakan pelanggaran terhadap batasan pribadi tersebut.
  3. Kemandirian dan Pembelajaran: Menghadapi tantangan dan mengambil keputusan adalah bagian penting dari pertumbuhan pribadi. Dengan mengatur hidup orang lain, kita mungkin menghalangi mereka untuk belajar dari pengalaman dan mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan yang sehat.
  4. Hubungan Interpersonal: Mencoba mengatur hidup orang lain dapat merusak hubungan interpersonal. Ketika seseorang merasa tidak dihargai atau tidak dihormati, itu dapat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam hubungan yang ada.


Implikasi dan Dampak Negatif

Mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka bisa berdampak negatif dalam beberapa cara:

  1. Hilangnya Kepercayaan: Tindakan semacam itu dapat merusak kepercayaan yang sudah ada antara individu tersebut. Orang yang merasa diatur mungkin merasa diabaikan atau tidak dihargai, sehingga mengakibatkan keretakan dalam hubungan.
  2. Ketergantungan yang Merugikan: Ketika seseorang terlalu bergantung pada orang lain untuk mengatur hidup mereka, mereka kehilangan rasa tanggung jawab dan kemandirian. Ini dapat menghambat pertumbuhan pribadi dan mengarah pada ketergantungan yang merugikan.
  3. Resentimen dan Perasaan Tidak Bahagia: Orang yang merasa hidup mereka diatur oleh orang lain mungkin mengembangkan perasaan negatif seperti ketidakbahagiaan dan rasa tidak puas dengan kehidupan mereka. Ini dapat menyebabkan konflik internal dan merusak kesejahteraan emosional.


Teladan dari Nabi Ibrahim

Dalam al-Qur'an disebutkan:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)

ASurah As-Saffat (37:102) in i menggambarkan peristiwa di mana Nabi Ibrahim (Abraham) dan putranya, Nabi Ismail (Ishmael), menghadapi ujian dan pengorbanan yang besar. Dalam kisah ini, Nabi Ibrahim menerima wahyu dalam mimpi untuk menyembelih putranya sebagai tanda kesetiaan dan pengabdian kepada Allah.

Namun, penting untuk dicatat bahwa Nabi Ibrahim tidak secara langsung mengatur hidup putranya tanpa persetujuannya. Ayat tersebut menunjukkan dialog antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, di mana Nabi Ibrahim berbagi penglihatannya dalam mimpi dan meminta pendapat Nabi Ismail tentang hal tersebut. Nabi Ismail dengan tulus dan patuh menjawab bahwa ia harus melakukan apa yang Allah perintahkan, menunjukkan kesiapan dan kesediaannya untuk mengorbankan dirinya.

Dalam kisah ini, terdapat teladan penting tentang menghormati kehendak dan persetujuan orang lain, bahkan dalam situasi yang sulit dan penuh tantangan. Nabi Ibrahim tidak memaksakan keputusannya kepada Nabi Ismail, tetapi memberikan kesempatan baginya untuk menyatakan pendapatnya sendiri. Nabi Ismail dengan penuh kesabaran dan ketundukan kepada Allah menyatakan kesiapannya untuk mengikuti perintahNya.

Dalam konteks ini, Nabi Ibrahim menunjukkan sikap penghormatan terhadap kehendak dan kebebasan individu, bahkan dalam situasi yang mungkin terlihat sebagai pengaturan hidup orang lain. Meskipun Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah, ia tetap menghargai perspektif dan persetujuan Nabi Ismail.

Kisah ini mengajarkan kepada kita pentingnya menghormati hak privasi dan keputusan orang lain, bahkan ketika kita mungkin memiliki niat baik. Ini menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka, saling mendengarkan, dan memberikan ruang bagi individu untuk menyatakan pendapat mereka sendiri dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Kisah Nabi Ibrahim yang Lain

Lalu bagaimana dengan hadis mawquf (kata-kata Sahabat Ibn Abbas) riwayat Imam Bukhari yang berisi kisah Nabi Ibrahim yang meninggalkan Sayyidah Hajar di padang pasir makkah dan kisah Nabi Ibrahim yang memerintahkan Nabi Isma'il untuk mencerai istri Nabi Ismail 'alaihim wa 'ala nabiyyina muhammad ash-shalatu wa as-salam?

حدیث نمبر: 3365
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ نَافِعٍ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ كَثِيرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ:" لَمَّا كَانَ بَيْنَ إِبْرَاهِيمَ وَبَيْنَ أَهْلِهِ مَا كَانَ خَرَجَ بِإِسْمَاعِيلَ وَأُمِّ إِسْمَاعِيلَ وَمَعَهُمْ شَنَّةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ تَشْرَبُ مِنَ الشَّنَّةِ فَيَدِرُّ لَبَنُهَا عَلَى صَبِيِّهَا حَتَّى قَدِمَ مَكَّةَ فَوَضَعَهَا تَحْتَ دَوْحَةٍ، ثُمَّ رَجَعَ إِبْرَاهِيمُ إِلَى أَهْلِهِ فَاتَّبَعَتْهُ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ حَتَّى لَمَّا بَلَغُوا كَدَاءً نَادَتْهُ مِنْ وَرَائِهِ يَا إِبْرَاهِيمُ إِلَى مَنْ تَتْرُكُنَا، قَالَ: إِلَى اللَّهِ، قَالَتْ: رَضِيتُ بِاللَّهِ، قَالَ: فَرَجَعَتْ فَجَعَلَتْ تَشْرَبُ مِنَ الشَّنَّةِ وَيَدِرُّ لَبَنُهَا عَلَى صَبِيِّهَا حَتَّى لَمَّا فَنِيَ الْمَاءُ، قَالَتْ: لَوْ ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ لَعَلِّي أُحِسُّ أَحَدًا، قَالَ: فَذَهَبَتْ فَصَعِدَتْ الصَّفَا فَنَظَرَتْ وَنَظَرَتْ هَلْ تُحِسُّ أَحَدًا فَلَمْ تُحِسَّ أَحَدًا فَلَمَّا بَلَغَتِ الْوَادِيَ سَعَتْ وَأَتَتْ الْمَرْوَةَ فَفَعَلَتْ ذَلِكَ أَشْوَاطًا، ثُمَّ قَالَتْ: لَوْ ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ مَا فَعَلَ تَعْنِي الصَّبِيَّ فَذَهَبَتْ فَنَظَرَتْ فَإِذَا هُوَ عَلَى حَالِهِ كَأَنَّهُ يَنْشَغُ لِلْمَوْتِ فَلَمْ تُقِرَّهَا نَفْسُهَا، فَقَالَتْ: لَوْ ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ لَعَلِّي أُحِسُّ أَحَدًا فَذَهَبَتْ فَصَعِدَتْ الصَّفَا فَنَظَرَتْ وَنَظَرَتْ فَلَمْ تُحِسَّ أَحَدًا حَتَّى أَتَمَّتْ سَبْعًا، ثُمَّ قَالَتْ: لَوْ ذَهَبْتُ فَنَظَرْتُ مَا فَعَلَ فَإِذَا هِيَ بِصَوْتٍ، فَقَالَتْ: أَغِثْ إِنْ كَانَ عِنْدَكَ خَيْرٌ فَإِذَا جِبْرِيلُ، قَالَ: فَقَالَ: بِعَقِبِهِ هَكَذَا وَغَمَزَ عَقِبَهُ عَلَى الْأَرْضِ، قَالَ: فَانْبَثَقَ الْمَاءُ فَدَهَشَتْ أُمُّ إِسْمَاعِيلَ فَجَعَلَتْ تَحْفِزُ، قَالَ: فَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ تَرَكَتْهُ كَانَ الْمَاءُ ظَاهِرًا، قَالَ: فَجَعَلَتْ تَشْرَبُ مِنَ الْمَاءِ وَيَدِرُّ لَبَنُهَا عَلَى صَبِيِّهَا، قَالَ: فَمَرَّ نَاسٌ مِنْ جُرْهُمَ بِبَطْنِ الْوَادِي فَإِذَا هُمْ بِطَيْرٍ كَأَنَّهُمْ أَنْكَرُوا ذَاكَ، وَقَالُوا: مَا يَكُونُ الطَّيْرُ إِلَّا عَلَى مَاءٍ فَبَعَثُوا رَسُولَهُمْ فَنَظَرَ فَإِذَا هُمْ بِالْمَاءِ فَأَتَاهُمْ فَأَخْبَرَهُمْ فَأَتَوْا إِلَيْهَا، فَقَالُوا: يَا أُمَّ إِسْمَاعِيلَ أَتَأْذَنِينَ لَنَا أَنْ نَكُونَ مَعَكِ أَوْ نَسْكُنَ مَعَكِ فَبَلَغَ ابْنُهَا فَنَكَحَ فِيهِمُ امْرَأَةً، قَالَ: ثُمَّ إِنَّهُ بَدَا لِإِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ: لِأَهْلِهِ إِنِّي مُطَّلِعٌ تَرِكَتِي، قَالَ: فَجَاءَ فَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَيْنَ إِسْمَاعِيلُ؟، فَقَالَتْ: امْرَأَتُهُ ذَهَبَ يَصِيدُ، قَالَ: قُولِي لَهُ إِذَا جَاءَ غَيِّرْ عَتَبَةَ بَابِكَ فَلَمَّا جَاءَ أَخْبَرَتْهُ، قَالَ: أَنْتِ ذَاكِ فَاذْهَبِي إِلَى أَهْلِكِ، قَالَ: ثُمَّ إِنَّهُ بَدَا لِإِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ: لِأَهْلِهِ إِنِّي مُطَّلِعٌ تَرِكَتِي، قَالَ: فَجَاءَ فَقَالَ: أَيْنَ إِسْمَاعِيلُ؟، فَقَالَتْ: امْرَأَتُهُ ذَهَبَ يَصِيدُ، فَقَالَتْ: أَلَا تَنْزِلُ فَتَطْعَمَ وَتَشْرَبَ، فَقَالَ: وَمَا طَعَامُكُمْ وَمَا شَرَابُكُمْ؟، قَالَتْ: وَشَرَابُنَا الْمَاءُ: طَعَامُنَا اللَّحْمُ قَالَ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي طَعَامِهِمْ وَشَرَابِهِمْ، قَالَ: فَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بَرَكَةٌ بِدَعْوَةِ إِبْرَاهِيمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِمَا وَسَلَّمَ، قَالَ: ثُمَّ إِنَّهُ بَدَا لِإِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ: لِأَهْلِهِ إِنِّي مُطَّلِعٌ تَرِكَتِي فَجَاءَ فَوَافَقَ إِسْمَاعِيلَ مِنْ وَرَاءِ زَمْزَمَ يُصْلِحُ نَبْلًا لَهُ، فَقَالَ: يَا إِسْمَاعِيلُ إِنَّ رَبَّكَ أَمَرَنِي أَنْ أَبْنِيَ لَهُ بَيْتًا، قَالَ: أَطِعْ رَبَّكَ، قَالَ إِنَّهُ قَدْ أَمَرَنِي أَنْ تُعِينَنِي عَلَيْهِ، قَالَ: إِذَنْ أَفْعَلَ، أَوْ كَمَا قَالَ: قَالَ: فَقَامَا فَجَعَلَ إِبْرَاهِيمُ يَبْنِي وَإِسْمَاعِيلُ يُنَاوِلُهُ الْحِجَارَةَ وَيَقُولَانِ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ سورة البقرة آية 127، قَالَ: حَتَّى ارْتَفَعَ الْبِنَاءُ وَضَعُفَ الشَّيْخُ عَلَى نَقْلِ الْحِجَارَةِ فَقَامَ عَلَى حَجَرِ الْمَقَامِ فَجَعَلَ يُنَاوِلُهُ الْحِجَارَةَ وَيَقُولَانِ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ سورة البقرة آية 127".

Dalam kisah itu, tetap ada penerimaan Nabi Isma'il dan Nabi Isma'il tidak merasa dipaksa. Begitu pula Sayyidah Hajar yang berkata radhitu billah (aku rela dengan perintah Allah) setelah Sayyidah Hajar tahu bahwa keadaan itu adalah perintah dari Allah. 


Bentuk Intervensi yang Tak Disengaja

Terkadang, kita mungkin tidak menyadari bahwa tindakan atau kata-kata kita dapat mempengaruhi kehidupan orang lain tanpa persetujuan mereka. Meskipun niat kita mungkin tidak jahat, tetapi tanpa disadari kita bisa terjebak dalam perilaku yang mengatur hidup orang lain. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana hal itu bisa terjadi:

  1. Nasihat yang Tidak Diminta: Terkadang, kita mungkin merasa memiliki pengetahuan atau pengalaman yang dapat membantu orang lain. Namun, memberikan nasihat tanpa diminta dapat dianggap sebagai upaya mengatur hidup mereka. Orang tersebut mungkin tidak ingin pendapat atau nasihat kita, dan ini dapat merampas hak mereka untuk membuat keputusan sendiri.
  2. Memaksakan Pendapat: Ketika kita memiliki pandangan atau pendapat yang kuat, kita mungkin cenderung memaksakannya kepada orang lain. Misalnya, dalam hubungan personal atau keluarga, kita mungkin berusaha mengontrol keputusan dan tindakan orang lain berdasarkan apa yang kita anggap benar atau baik. Hal ini dapat mengabaikan keinginan dan kebutuhan individu tersebut.
  3. Pengaruh Sosial: Kadang-kadang, dalam upaya untuk mencocokkan ekspektasi sosial atau norma, kita mungkin secara tidak sadar mempengaruhi kehidupan orang lain. Misalnya, kita mungkin mendorong seseorang untuk mengikuti jalur karier tertentu atau bergabung dengan suatu kelompok sosial, meskipun itu bukanlah keinginan atau minat mereka yang sebenarnya.
  4. Manipulasi Emosional: Menggunakan manipulasi emosional untuk mempengaruhi keputusan orang lain juga dapat dianggap sebagai mengatur hidup mereka tanpa persetujuan. Mungkin kita memanfaatkan rasa bersalah, kecemasan, atau ketakutan seseorang untuk mengarahkan mereka pada arah yang kita inginkan, tanpa mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan mereka sendiri.

Dalam semua kasus ini, penting untuk meningkatkan kesadaran diri tentang bagaimana tindakan dan kata-kata kita dapat mempengaruhi orang lain. Menghormati keputusan dan kebebasan individu adalah kunci dalam menjaga batasan pribadi dan menghindari mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka.


Kesimpulan

Mengatur hidup orang lain tanpa persetujuan mereka adalah tindakan yang melanggar batas-batas individualitas dan kebebasan personal. Meskipun motifnya mungkin didorong oleh niat baik, penting untuk menghormati hak-hak setiap individu dan membiarkan mereka mengendalikan kehidupan mereka sendiri. Dengan memahami etika di balik mengatur hidup orang lain, kita dapat membangun hubungan yang sehat, menghargai privasi individu, dan mendorong pertumbuhan pribadi yang mandiri. 

Jika kita menyadari bahwa kita mungkin telah melakukan hal tersebut tanpa disengaja, penting untuk meminta maaf secara tulus dan terbuka terhadap orang yang terkena dampak. Mengakui kesalahan kita dan berkomitmen untuk menghargai batasan pribadi orang lain adalah langkah awal yang penting dalam memperbaiki hubungan dan membangun kepercayaan kembali.


*ditulis dengan bantuan Ai/Poe, صحيح البخاري, حدیث نمبر 3365, باب:۔۔۔ (islamicurdubooks.com)يسأل عن مقولة إبراهيم عليه السلام لإسماعيل : غيّر عتبة بابك - الإسلام سؤال وجواب (islamqa.info)القرآن الكريم - تفسير الطبري - تفسير سورة الصافات - الآية 102 (ksu.edu.sa), dan penelusuran bing. 

Senin, 18 Desember 2023

Empat Rukun Tobat



Ketahuilah bahwa siapa pun yang berbicara atau melakukan yang haram, maka ia wajib untuk menyegerakan bertobat. Taubat memiliki tiga rukun: 
  • berhenti melakukan dosa seketika, 
  • menyesali apa yang telah dilakukan, dan 
  • bertekad untuk tidak kembali kepada maksiat  selamanya. 
Jika seseorang melakukan dosa yang berkaitan dengan hak seseorang, maka ada rukun keempat yang harus dilakukan, yaitu 
  • mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau mencari cara agar dibebaskan dari tanggungan tersebut.  
Ketika seseorang bertobat dari satu dosa, sebaiknya ia bertobat dari semua dosa. Namun, jika dia hanya membatasi tobatnya pada satu dosa, maka tidak apa-apa, tobatnya dari satu dosa itu tetap sah.

Jika dia bertobat dengan benar seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kemudian dia kembali melakukan dosa itu di waktu yang lain, maka dia mendapatkan dosa baru karena maksiat yang kedua kalinya dan dia wajib bertobat dari maksiat yang kedua kalinya ini. Kemudian bagaimana status taubatnya dari dosa pertama? Taubatnya dari dosa pertama tidak batal. Ini adalah pendapat Ahlus Sunnah yang berbeda dengan pendapat Mu'tazilah dalam dua masalah ini. 

Sekian. Hanya karena Allah-lah, segala kesuksesan dapat terjadi.

Referensi: Al-Adzkar oleh Imam An-Nawawi, jilid 1/604 - Imam An-Nawawi (wafat 676 H).
١٩٤١- واعلم أن مَن تكلم بحرامٍ، أو فعله؛ وجب عليه المبادرة إلى التوبة، ولها ثلاثة أركانٍ: أن يقلع في الحال عن المعصية، وأن يندمَ على ما فعل، وأن يَعزِمَ ألاّ يعود إليها أبدًا، فإن تعلَّق بالمعصية حق آدمي وجب عليه مع الثلاثةِ رابعٌ، وهو ردُ الظلامةِ إلى صاحبها، أو تحصيل البراءةِ منها، وقد تقدمَ بيانُ هذا. [رقم: ١٧٥٣] .
١٩٤٢- وإذا تابَ مِنْ ذنبٍ، فينبغي أن يتوبَ من جميع الذنوب؛ فلو اقتصرَ على التوبةِ من ذنبٍ صحَّت توبتهُ منهُ؛ وإذا تابَ من ذنبٍ توبةً صحيحةً كما ذكرنا، ثُم عادَ إِلَيْهِ في وقتٍ، أَثِمَ بالثاني، وَوَجَبَ عليهِ التوبة منهُ، ولم تبطلْ توبتهُ من الأوّل؛ هذا مذهبُ أهل السنّة خلافًا للمعتزلةِ في المسألتين؛ وبالله التوفيقُ.

الأذكار للنووي ط ابن حزم ١/‏٦٠٤ — النووي (ت ٦٧٦)
Terjemah (dari Ai dan sudah saya perbaiki)

Kenapa Doa Selesai Makan Pakai Kata "Kami"

Kenapa ya, padahal makannya sendiri tapi "doa selesai makan" kok pakai kata "kami"?
الحمد لله الذي أطعمنا وسقانا وجعلنا مسلمين.
"Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, memberi kami minum, dan menjadikan kami sebagai orang Islam."

Begitu pula variasi doa mau tidur yang ini:
الحمد لله الذي أطعمنا وسقانا وآوانا فكم ممن لا كافي له ولا مؤوي
"Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, memberi kami minum, memberi kami tempat berlindung. Betapa banyak orang yang tidak tercukupi kebutuhannya dan tidak punya tempat beristirahat."

Kan yang makan, saya; yang minum saya; yang lagi menikmati tempat tidur, saya; yang lagi berterimakasih, juga saya. Kenapa bawa-bawa orang lain?

Simpel sih, jawabannya. Semua orang bisa langsung menerka-nya. Yakni: 
1. Biar kita tidak egois dan biar kita juga belajar gembira dengan kegembiraan orang lain.
2. Kita bisa makan sekarang, karena semua orang yang memproduksi makanan, juga bisa makan kemarin.
3. Kita bisa makan sekarang, karena orang tua kita dan kakek nenek kita sampai Nabi Adam bisa makan. Coba kalau mereka dulu tidak bisa makan dan mati kelaparan, maka kita nggak bisa makan sekarang.

Maka dari itu, sudah selayaknya kita berkata "terimakasih Tuhan sudah memberi kami makan dan minum".

Apa sudah selesai? Belum, kalau seandainya doa selesai makan hanya cocok dengan menggunakan kata "kami", maka kenapa ada doa yang pakai kata "saya"? Bahkan kalau pakai versi itu, bisa dapat bonus "diampuni dosanya yang telah lalu":
 " مَنْ أَكَلَ طَعَامًا، فَقَالَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ ؛ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ". 
"Barangsiapa yang makan, lalu langsung berkata, 'segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan menjadikannya rejeki untukku tanpa aku mampu menolak dan mengusahakannya sendiri', maka dosanya yang telah lalu, diampuni oleh Allah."

Hmmm...berarti bukan masalah "kami" atau "saya". 

Lalu faktor apa yang paling penting disitu? Mungkin faktor terpenting itu adalah "melepaskan nikmat/kesuksesan dari ego" dan "menyadari sumber sejati nikmat itu adalah gara-gara Tuhan". Bahasa kasarnya: sekian persen atau seluruh nikmat/kesuksesan hidup adalah gara-gara keberuntungan. Bukankah punya tangan lengkap adalah sebuah keberuntungan? Dengan Keberuntungan itu, kita bisa berusaha lalu kufur nikmat dengan mengaku-aku bahwa semua usaha itu adalah milik kita dan kita lah penyebab kesuksesan/nikmat yang kita terima. Tentu keyakinan semacam ini adalah dosa. Kemudian kita baca doa pelebur dosa ego itu dan kita mengakui bahwa semua nikmat ini adalah gara-gara Allah. Bukankah ini adalah sebuah pertobatan? Dan...bukankah tobat seperti itu secara tidak langsung menggugurkan dosa kufur nikmat tadi?

To be continued (klo masih hidup)

Tidak Sekedar Menyadari Kemiskinan Diri



"Kita bisa menyadari bahwa kita miskin tapi belum tentu kita mengerti bahwa kita miskin", kata Mas Hariri kepadaku. Aku diam dan menyangka bahwa ini akan menjadi pelajaran penting untukku. Aku berusaha diam dan mendengarkan.

Kemudian aku sadar bahwa Mas Hariri benar. Kami sama-sama tidak punya walaupun kadarnya berbeda. Kami juga sama-sama pernah dibully semasa sekolah, walaupun resikonya berbeda. Kami sama-sama pernah merasa bahwa cara orang tua mendidik salah. Kami sama-sama pernah merasa terkukung oleh keadaan walaupun bentuknya berbeda. Di atas semua itu, Mas Hariri yang lebih muda dariku, telah naik pada level pemahaman yang lebih tinggi dan membuat kaidah untuk memudahkan pemahaman terhadap fenomoena sosiologi ini. Aku harus mendengarkan.

BEgini penjelasan untuk kata-katanya yang ambigu itu: "untuk sadar bahwa kita nggak punya uang, itu mudah. Level yang susah adalah mengerti bahwa kita ini orang miskin tapi kita masih bisa begini dan begitu. Akhirnya, kita bisa bersyukur dan menikmati hidup." Mas Hariri yang belum bisa beli mobil, ternyata bisa menyopir mobil. Ia diminta menjadi sopir pribadi Gusnya dan sekarang dia bekerja sebagai sopir di lembaga ini yang jaraknya 35 km dari rumahnya. Saya yang nggak punya laptop selama kuliah, tapi bisa komputer (install windows, mengganti hardware yang rusak, sedikit koding, bikin web, dan semacamnya). Ketika saya sadar bahwa saya miskin tapi tidak mengertidan menghargai capaian-capaian maupun rahmat tuhan yang telah sampai kepada saya, tentu saya tidak bahagia dan tidak inovatif.

Sudah sepantasnya, saya tidak sekedar menyadari tapi juga mengerti bahwa saya adalah orang miskin yang mendapat banyak anugrah dari tuhan, baik berupa pencapaian pribadi maupun pencapaian yang tidak saya usahakan.

اللهم انفعنا بما علمتنا وعلمنا ما ينفعنا وارزقنا عملا متقبلا

رب اغفر لي ذنوبي ولوالدي وارحمهما كما ربياني صغيرا

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار 

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه وبارك وسلم والحمد لله رب العالمين. آمين


Kamis, 09 November 2023

Menyiksa Diri dengan Akhlak yang Buruk



Akhlak yang baik membawa kebaikan, harmoni, dan kesejahteraan, sementara akhlak yang buruk dapat menghasilkan dampak negatif yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sayangnya, kita dapat secara sadar atau tidak sadar menyiksa diri kita sendiri dengan akhlak yang buruk. Menyiksa diri dengan akhlak yang buruk dapat melibatkan berbagai aspek kehidupan, seperti interaksi sosial, perilaku keuangan, atau bahkan pandangan terhadap diri sendiri.

Akhlak Buruk dan Dampaknya pada Diri Sendiri 
Berikut adalah beberapa contoh akhlak yang buruk dan dampak negatifnya pada diri sendiri:

1. Kebohongan: Kebohongan secara terus-menerus merusak integritas diri dan reputasi. Hal ini dapat menghancurkan kepercayaan orang lain terhadap kita dan menyebabkan isolasi sosial. Dalam jangka panjang, kebohongan juga menciptakan beban emosional yang besar dan mengganggu kesehatan mental.

2. Kemarahan: Kemarahan yang tidak terkendali dapat menyebabkan konflik interpersonal, kerusakan hubungan, dan isolasi sosial. Selain itu, kemarahan yang berlebihan juga berdampak negatif pada kesehatan fisik, seperti peningkatan tekanan darah dan risiko penyakit jantung.

3. Keserakahan: Keserakahan yang berlebihan menghambat kemampuan kita untuk berbagi dengan orang lain dan memprioritaskan kebahagiaan materi dibandingkan nilai-nilai yang lebih penting. Hal ini dapat menyebabkan kita merasakan ketidakpuasan yang terus-menerus dan merusak hubungan interpersonal, karena fokusnya hanya pada keuntungan pribadi.

4. Kebencian: Kebencian dan permusuhan terhadap orang lain menciptakan lingkungan negatif di sekitar kita. Hal ini merusak kesejahteraan mental dan emosional kita sendiri dan menghambat perkembangan pribadi. Selain itu, kebencian juga dapat menghancurkan hubungan sosial yang sehat dan memicu siklus negatif yang sulit untuk dihentikan.

5. Ketidakadilan: Mempraktikkan ketidakadilan, seperti memanipulasi orang lain atau mengambil keuntungan dari orang lain secara tidak adil, menciptakan ketegangan dan konflik dalam hubungan interpersonal. Dampaknya adalah kehilangan kepercayaan dan isolasi sosial. Selain tentu saja, sengsara di akhirat.

6. Irresponsibilitas dan kemalasan: Kebiasaan tidak bertanggung jawab terhadap kewajiban dan komitmen dapat merusak reputasi dan mempengaruhi hubungan dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ketidakbertanggungjawaban juga bisa menyebabkan ketegangan dengan rekan dan stres yang berkepanjangan karena menanggung beban tanggung jawab yang diabaikan/tidak diselesaikan.

7. Menyebarkan fitnah: Menyebarluaskan informasi palsu atau fitnah tentang orang lain merusak reputasi dan integritas kita sendiri. Dampaknya adalah kehilangan kepercayaan orang lain, isolasi sosial, dan hukuman.

8. Egoisme: Memiliki sikap yang egois dan tidak memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang lain dapat merusak hubungan sosial dan menciptakan lingkungan yang tidak harmonis. Selain itu, sikap egois juga dapat menyebabkan rasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial dalam kehidupan sehari-hari.

9. Ketidakjujuran: Ketidakjujuran dalam interaksi sosial atau dalam urusan keuangan menciptakan ketidakpercayaan dan kerugian finansial. Dalam jangka panjang, ketidakjujuran menghancurkan reputasi dan menghambat kemajuan pribadi dan profesional.

10. Tidak menghormati orang lain: Sikap tidak menghormati terhadap orang lain, seperti merendahkan, membully, atau merendahkan martabat mereka, merusak hubungan dan menciptakan iklim yang tidak sehat. Dampaknya adalah isolasi sosial, rasa bersalah, dan kehilangan hubungan yang berarti.

Dampak Negatif Sifat Buruk terhadap Kesehatan Mental Pelaku
Berikut adalah beberapa contoh sifat buruk dan dampaknya pada kesehatan mental pelaku:

1. Perasaan inferioritas: Merasa rendah diri atau inferior secara konstan dapat menyebabkan gangguan kepercayaan diri, kecemasan, dan depresi. Individu dengan perasaan inferioritas cenderung meragukan kemampuan mereka sendiri dan mengalami ketidakpuasan diri yang berkepanjangan.

2. Perfeksionisme berlebihan: Memiliki standar yang tidak realistis dan perfeksionisme yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan mental yang tinggi. Pelaku perfeksionis seringkali merasa cemas, gugup, dan takut gagal. Mereka cenderung terjebak dalam siklus mencoba mencapai kesempurnaan yang tidak mungkin, yang dapat mengganggu keseimbangan emosional dan kesehatan mental secara keseluruhan.

3. Kebutuhan akan validasi eksternal: Mengandalkan validasi atau persetujuan dari orang lain untuk merasa berharga atau bahagia dapat menyebabkan ketidakstabilan emosional. Pelaku yang terlalu menggantungkan diri pada validasi eksternal cenderung merasa sedih, cemas, atau tidak aman ketika tidak mendapatkan persetujuan yang mereka cari.

4. Irasionalitas: Berpikir secara irasional, seperti menggeneralisasi negatif atau berlebihan, dapat mempengaruhi kesehatan mental pelaku. Berpikir yang tidak logis atau berlebihan seringkali mengarah pada kecemasan, ketakutan yang tidak seimbang, dan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah secara efektif.

5. Kemarahan yang tidak terkendali: Memiliki kemarahan yang tidak terkendali atau sering meledak-ledak dapat merusak kesehatan mental secara signifikan. Pelaku yang tidak mampu mengelola kemarahan dengan baik cenderung mengalami tingkat stres yang tinggi, depresi, perasaan bersalah yang berkepanjangan, dan kerusakan hubungan sosial.

6. Sikap defensif: Menunjukkan sikap defensif yang berlebihan, seperti menolak untuk menerima kritik atau menyalahkan orang lain, dapat merugikan kesehatan mental. Pelaku yang selalu defensif cenderung merasa tegang, cemas, dan memiliki tingkat stres yang tinggi karena mereka sulit menerima tanggapan atau umpan balik dari orang lain. Selain itu, juga menutup kemungkinan perbaikan dan pengembangan hal-hal yang masih butuh perbaikan.

7. Pesimisme yang berlebihan: Memiliki sikap pesimis dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang negatif dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan perasaan putus asa. Pelaku yang pesimis menjadi merasa kehilangan harapan dan memiliki pandangan yang sangat negatif terhadap diri sendiri, orang lain, dan dunia sekitar mereka. Akhirnya, sulit bersyukur, kan?

8. Kecemburuan yang berlebihan: Merasa cemburu secara berlebihan terhadap orang lain dapat menyebabkan stres yang tinggi dan ketidakpuasan diri yang berkepanjangan. Pelaku yang cemburu cenderung merasa tidak aman, curiga, dan mengalami kecemasan yang berlebihan.

9. Rasa takut yang berlebihan: Memiliki rasa takut yang berlebihan terhadap segala sesuatu atau fobia yang tidak beralasan dapat mengganggu kesehatan mental. Pelaku yang selalu hidup dalam ketakutan cenderung mengalami kecemasan yang kronis, stres yang tinggi, dan terbatasnya kebebasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

10. Sifat manipulatif: Menunjukkan perilaku manipulatif, seperti memanfaatkan orang lain atau memanipulasi situasi, dapat merusak kesehatan mental pelaku. Pelaku manipulatif seringkali merasa kalah, tidak puas, dan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dan bermakna.


Penutup
Dampak sifat buruk pada kesehatan mental  sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan keadaan setiap orang yang melakukannya. Mungkin, secara umum, akhlak buruk mengakibatkan peningkatan stres, kecemasan, depresi, ketidakpuasan diri, isolasi sosial, dan kerusakan hubungan interpersonal. Penting untuk diingat bahwa setiap individu adalah unik, dan dampaknya dapat berbeda-beda. 

Dampak akhlak buruk pada diri sendiri sangat beragam, termasuk kerugian sosial, kesehatan mental yang buruk, kehilangan kepercayaan diri, rasa bersalah, dan isolasi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus memperbaiki akhlak kita dan mengembangkan perilaku yang baik untuk mencapai kehidupan yang lebih positif dan bermakna.

Pada akhirnya, menyiksa diri dengan akhlak yang buruk hanya akan menghasilkan penderitaan dan ketidakbahagiaan. Dalam menghadapi tantangan dan godaan dalam hidup, penting untuk merangkul nilai-nilai moral yang kuat, membangun kesadaran diri yang lebih baik, dan memilih perilaku yang positif. Dengan melakukan hal tersebut, kita dapat menghindari menyiksa diri dengan akhlak yang buruk dan mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.

{ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱرۡكَعُوا۟ وَٱسۡجُدُوا۟ وَٱعۡبُدُوا۟ رَبَّكُمۡ وَٱفۡعَلُوا۟ ٱلۡخَیۡرَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ۩ }
"Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung."
[Surat Al-Hajj: 77]

 - إنَّ اللهَ تعالى يُحِبُّ مَعاليَ الأُمورِ ، و أَشرافَها ، و يَكرَهُ سَفْسافَها.
Allah menyukai hal-hal yang membuay penyandangnya luhur-mulia dan membenci hal-hal yang membuat hina. (Hadis)

*Tulisan ini dibuat bersama Ai dan diedit sedemikian rupa
**Kayak khotbah tapi niatnya nggak begitu

Kamis, 02 November 2023

BERSANTAI DENGAN SHALAT


Kuputar lagu ngopi maszeh. Melodinya santai ala lagu-lagu rasta. Kemudian aku teringat punya hutang uneg-uneg yang belum kutulis.
_______________________
Pada suatu waktu, Nabi berkata kepada Sahabat Bilal,

يا بلال، أرحنا بالصلاة

"Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan Shalat."

Aku suka kalimat itu karena membuatku merasa enak dan bertanya-tanya. Barangkali Nabi, kalau lagi stres, memilih healing/refreshing/istirahat dengan shalat.

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر فزع إلى الصلاة

Untuk level Nabi, hal ini tidak mengherankan. Begitu pula untuk level para pewarisnya. Namun, untuk orang seperti kita, rasanya aneh, orang sumpek dan stres kok pengen nyantai pakai shalat. Bagi kita, berdiri shalat isya sendirian setelah capek aktivitas seharian, rasanya tetap capek dan membosankan. Rasanya, pengen shalat ini cepat selesai dan rebahan.

Disitu lah sisi menariknya. Gaya hidup refleks Kanjeng Nabi selaras dengan ucapannya. Ucapan yang mana? ucapan yang ini:

1. وجعلت قرة عيني في الصلاة

"kebahagiaan/kepuasan/ketenangan batinku dijadikan dalam shalat"

2. الصلاة معراج المؤمن
"shalat adalah mi'raj-nya orang beriman"

3. أقرب ما يكون العبد إلى ربه وهو ساجد، فأكثر فيه الدعاء

"Seorang hamba paling dekat dengan Tuhannya ketika dia sedang sujud, maka perbanyaklah doa di dalamnya."

4. االإحسان أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك

"Ihsan adalah kamu menyembah Allah seolah-oleh kamu melihat-Nya. JIka kamu tak melihatnya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."

Jika isi empat ucapan itu nyata, tentu orang yang merasakannya, akan menjadikan shalat sebagai sarana istirahat ataupun refreshing. Kesan healing dan refreshing itu semakin terasa dalam anjuran untuk memanjangkan durasi shalat selama yang kita mau ketika shalat sendirian.

إذا صلى أحدكم للناس فليخفف ؛ فإن فيهم الضعيف والسقيم والكبير ، وإذا صلى أحدكم لنفسه فليطول ما شاء

Lagi-lagi, kita akan mendapati Nabi melakukannya. Bukankah kita tahu bahwa lama Nabi berdiri dalam satu rakaat shalat malamnya adalah seperti lamanya kita baca surat al-Baqarah yang 3 juz itu.
______________________
Lalu aku berkaca pada diriku sendiri. Setelah bosan dengan rutinitas harian, aku punya malam yang panjang. Waktu luang yang panjang itu aku pakai untuk me-time/self reward atau apapun istilahnya dengan nonton youtube.


Kalau lah, tujuanku memang "agama" atau kalaulah aku berpikir bahwa shalat sunnah itu penting atau kalau lah aku berpikir bahwa membaca alquran itu indah dan enak, kenapa aku tidak langsung menyantap shalat/al-quran/aktifitas agama yang produktif ketika aku punya waktu luang? Atau kenapa aku tidak punya hasrat untuk lebih memperpanjang sholat saat sendirian daripada saat bersama orang-orang?


Ya...ya...ya... mungkin ini lah yang namanya munafik.


Selasa, 08 Agustus 2023

ِAkhlak Tercela: Standar Ganda

ِAkhlak Tercela: Standar Ganda


Terkadang, tanpa sadar, kita telah menerapkan standar ganda dalam menilai orang lain. Standar keras, kita pakai untuk menilai orang lain. Standar ringan, kita pakai untuk menilai diri atau orang yang kita suka Perbuatan ini merupakan perbuatan tercela karena 

  1. dapat menyakiti hati orang lain;
  2. bertentangan dengan nilai-nilai luhur seperti keadilan, ramah, dan berbaik sangka
  3. memiliki persamaan dengan perbuatan tercela, seperti: deskriminasi, ketidakadilan, dengki, dan mempersulit orang.

Sepertinya, beberapa wahyu juga menentang perbuatan ini, sehingga perbuatan ini membawa dosa. Di antara ayat dan hadis tersebut:

{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا} [النساء: 135]

"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak keadilan lagi saksi-saksi karena Allah, meskipun keadilan dan persaksian itu merugikan diri kalian sendiri atau kedua orang tua atau anak-anak atau para kerabat. Jika kubu yang satu kaya atau pun miskin, Allah lebih layak dipertimbangkan daripada keduanya. Lalu janganlah mengikuti hawa nafsu dalam mengklaim keadilan. Bersamaan dengan itu, jika kalian memelintir lidah atau menyampaikan apa adanya, maka sesungguhnya Allah pada waktu itu selalu Maha Tahu dengan apa yang kalian lakukan."

صحيح البخاري (1/ 12)

13 - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ المُعَلِّمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ»

"Terdapat sebuah hadis dari Sahabat Anas radhiya Allahu 'anhu dari Nabi Muhammad shallaa Allahu 'alaihi wa sallam, bersabda, 'Seorang dari kalian tidak beriman secara sempurna sampai dia menyukai untuk saudaranya [majas: orang lain], apa-apa yang dia suka untuk dirinya sendiri.'" (HR. Imam Bukhari)


sumber gambar: pixabay